BOJONEGORO – Inspeksi mendadak (Sidak) yang dilaksanakan Wakil bupati (Wabup) Bojonegoro, Drs H Budi Irawanto, M.Pd, khususnya pada kegiatan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) merupakan wujud kepedulian terhadap Pemerintah Desa (Pemdes) penerima.
Hal itu terbukti, pada setiap Sidak, Wabup Bojonegoro tak hentinya mengingatkan Pemdes agar melaksanakan dan mengelola BKK secara benar dan baik. Serta mengikuti mekanisme yang telah diberikan sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan.
Dikarenakan, BKK itu bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang harus dipertanggungjawabkan secara fisik maupun administrasi.
“Pemdes penerima bantuan keuangan khusus harus benar-benar memperhatikan pedoman dan mekanisme pelaksanaan anggaran. Seperti Musdes P-APBDesa, membentuk Timlak, selanjutnya Timlak mempersiapkan dokumen, persiapan pengadaan barang dan jasa, pengumuman lelang, penetapan pemenang, penandatanganan kontrak, pelaksanaan pekerjaan, hingga pembayaran dan pelaporan hasil kegiatan,” ujar mas Wawan sapaan akrab Wabup Bojonegoro.
Ia mengungkapkan, apa bila desa penerima tidak memperhatikan peraturan dalam pelaksanaan BKK, dikhawatirkan akan menjadikan permasalahan ke depannya. “Apakah mekanisme pengadaan barang dan jasa sudah sesuai dengan peraturan bupati nomor 11 tahun 2021. Kalau belum, lalu bagaimana tanggungjawab pihak Camat, dinas PU, dan DPMD dalam melakukan pembinaan,” tanya mas Wawan.
Seperti halnya, anggaran yang ada di rekening Pemdes secara riil dapat dikeluarkan, tanpa melalui mekanisme yang diatur di dalam Permendagri Nomor 20 Tahun 2018, tentang pedoman pengelolaan keuangan desa. Sebab, apa bila tidak dilakukan, akan berakibat urusan hukum.
Terlebih kondisi eksisting di wilayah Kabupaten Bojonegoro, rekomendasi Camat menjadi satu kebutuhan dalam proses pencairan anggaran. Dan Camat memiliki tugas monitoring evaluasi (Monev) terhadap perkembangan pembangunan baik secara fisik maupun administrasi, sebagai bentuk pembinaan kepada Pemdes.
Mas Wawan menyebutkan, dalam pengelolaan keuangan desa, sejumlah anggaran dapat direalisasikan apabila ada permohonan tertulis dari timlak kepada Kades, kemudian Kades memerintahkan Sekdes menguji kebenaran tagihan/permohonan, agar selanjutnya Kades dapat memerintahkan bendahara desa untuk membayar/merealisasikannya.
Terminologi SISKEUDES terkait pembayaran tersebut dapat dilakukan melalui SPP Definitif. Semua ini tidak hanya berlaku dalam BKKD, tapi semua aspek pengeluaran yang dibebankan pada APBDesa, karena BKKD merupakan pendapatan desa (baca: dari kas daerah di transfer ke kas desa), kalau PADes kan dari hasil pengelolaan kekayaan desa.
Di akhir, mas Wawan selaku Wabup Bojonegoro menegaskan, “saya sudah ingatkan semua itu, mulai camat, bahkan DPMD dan DPU, yang mestinya selalu harus gercep bila terjadi hal yang berpotensi melanggar, karena mereka lah rujukan kinerja dari kades”.
“Bukan saya tidak setuju pembangunan, justru melalui program ini, saya sangat setuju bahwa kemajuan suatu kabupaten itu harus dimulai dari di desa. Namun harus ada pembinaan dan pengawasan serta evaluasi berkelanjutan secara baik,” pungkasnya. (redaksi)