BOJONEGORO – Kehadiran negara dalam upaya mensejahterakan rakyat petani hutan, kini semakin nyata. Setidaknya regulasi tentang Program perhutanan sosial semakin lengkap, setelah diterbitkan Keputusan Menteri LHK No. 287/2022, tentang Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK).
Bila selama puluhan tahun petani hutan masuk kategori ilegal dalam mengelola lahan hutan, melalui Permen LHK No. 09/2021, petani dilegalkan secara hukum dalam pemanfaatan hutan produksi maupun hutan lindung di hutan Jawa ini.
“Selama ini petani ilegal menggarap lahan hutan. Mereka yang bisa menggarap lahan hutan pun harus membayar mahal saat panen atau setiap tahun kepada oknum. Kini petani hutan diberi hak kelola selama 35 tahun dan bisa diperpanjang,” kata Chaerudin Ambong, Pokja Kelompok Tim Penggerak Percepatan Pengelolaan Perhutanan Sosial Kementerian LHK.
Pokja menjelaskan bahwa melalui Permenhut No. 9/2021 dan Kemen LHK No 287/2022 tentang KHDPK, negara mencadangkan lahan seluas 1.103.941 hektare untuk dikelola masyarakat kawasan hutan.
Terpisah, Alham M. Ubey, Sekretaris Umum Lembaga Swadaya Masyarakat Pemberdayaan Kinerja Peduli Aset Negara (LSM PK PAN) sebagai pendamping kelompok tani hutan, mengatakan bahwa program perhutanan sosial dan KHDPK ini juga sebagai upaya menyelamatkan hutan dari kerusakan yang semakin parah.
“Kita semua tahu, hutan tidak semakin hijau tapi malah semakin gundul dan kritis. Program Perhutanan Sosial ini wujud kehadiran negara yang harus didukung,” kata Alham, Jum’at (20/5/2022).
Maka patut disayangkan jika masih ada upaya-upaya dari beberapa aparat pemerintah di tingkat desa dan pegawai Perhutani yang tidak mendukung program ini.
“Wajar jika Perhutani berupaya menggagalkan program ini dengan berbagai cara, sebab lahan kelolanya berkurang hampir 50 persen. Pasti ada rasa tidak rela. Tapi anehnya, masih ada Kepala Desa yang enggan menfasilitasi dan mendukung warganya untuk memanfaatkan program ini,” lanjutnya.
Alham melihat masih banyak oknum Perhutani berkeras hati mempengaruhi Kades untuk tidak melayani warga untuk membentuk Kelompok Tani Hutan, sehingga warga akan kesulitan mengakses program ini.
Menurut Alham, LSM PK PAN akan terus mendorong para kades yg belum memahami program baru ini. Selain itu, LSM PK PAN juga akan terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat tani hutan tentang perhutanan sosial ini.
“Tentu kami bisa bertindak secara hukum jika ada oknum Kades atau perangkat desa yang nekat menghalang-halangi warga untuk mendapatkan layanan dari Kadesnya untuk bisa mengelola lahan hutan secara resmi,” pungkasnya.(why/red)