BOJONEGORO – Kabupaten Bojonegoro diakhir minggu ini mengikuti pagelaran seni dan budaya di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta. Pagelaran khusus ini menampilkan seni tradisional asal Bojonegoro, selain memberikan hiburan pada masyarakat Bojonegoro di Jakarta juga sebagai ekspresi karya seni peninggalan leluhur yang harus terus dijaga kelestariannya.
Menurut seorang budayawan, Supriyanto sedikit mengkritisi asal muasal Seni Sandur ini. Jika menilik keaslian cerita sandur Bojonegoroan, ada kesan agak dipaksakan pada cerita yang dilakonkan dalam pagelaran di TMII tersebut.
“Sandur Bojonegoro sejatinya mengisahkan filosofi kegotoyong-royongan dan cerita seputar pertanian beserta kondisi agrarisnya,” ungkap Supriyanto, Budayawan Kampung serba bisa ini, Selasa (21/9/2021).
Menurut pria ini, setelah mencermati informasi pagelaran Sandur yang digelar di Jakarta tersebut, dirinya melihat adanya konsep sosialisasi kondisi infrastruktur jalan yang lebih bagus dari sebelumnya, yang bertema “Bojonegoro Wis Nglenyer”. Supriyanto menilai kesan unjuk prestasi Bupati Bojonegoro dengan pesan kepada warga Bojonegoro di Jabodetabek agar kembali pulang dan menengok Bojonegoro yang sudah maju.
“Yang penting tujuannya baik dan menunjukkan suatu prestasi, tentu itu baik pula, ini promosi budaya biasa,” terang pria ini.
Namun saat menengok dari sisi besaran anggaran APBD Kabupaten Bojonegoro, kondisi hasil pembangunan jalan seperti hari ini, agak dipaksakan jika itu diartikan sebagai prestasi kerja. Supriyanto mengatakan jika mencermati prestasi yang sebenarnya, harus mengulik jauh lebih detail dan dalam tentang keperuntukan belanja APBD Kabupaten Bojonegoro selama ini.
Supriyanto melanjutkan, munculnya banyak pemikiran serta argumen yang cenderung kontra produktif dari masyarakat terhadap apa yang ditunjukkan Pemkab dalam pembelanjaan APBD Bojonegoro. Misal serapan APBD Bojonegoro untuk pembangunan Jalan Rigid Beton, apakah nilai besarannya sudah sesuai dengan kualitas dalam Surat Perjanjian Kerja. Begitupun program hibah pembangunan untuk Jalan Nasional, Pembangunan Jembatan menuju daerah kabupaten/provinsi lain dan rencana pembelian Kereta Api yang belum tentu prioritas dan mendesak.
“Hal yang paling urgent menjadi tanggapan warga Bojonegoro saat ini adalah besaran APBD 6 Trilyun lebih ini apakah selaras dengan outcome yang dihasilkan,” tutupnya.
Supriyanto kembali melihat tampilnya Seni Sandur Kabupaten Bojonegoro di TMII tersebut, hanyalah partisipasi pagelaran seni budaya biasa sebagai ajang promosi kesenian asli Bojonegoro yang tentu bisa dimaknai sendiri oleh masing-masing warga Bojonegoro. (dik)