BOJONEGORO – Persoalan pinjaman, hutang piutang biasa terjadi di lingkungan kita, baik antar individu hingga antar lembaga keuangan. Dasar akad perjanjian juga berbeda-beda dalam prosesnya, namun saat bersentuhan dengan lembaga keuangan tentu Surat Perjanjian Kredit menjadi pegangan kedua belah pihak sehingga jika terjadi persoalan akan mudah dalam penyelesaiannya.
Berbeda yang dialami seorang ibu muda asal Mulyoagung, Balen, Bojonegoro ini. Sekitar Agustus 2017, Marfuah (35 tahun) mengajukan pinjaman pada Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Delta Pratama yang berlokasi di wilayah Dander, Kabupaten Bojonegoro. Untuk mendapatkan pinjaman senilai Rp.50 juta, wanita ini menggunakan agunan Sertifikat Hak Milik (SHM) rumah-tanah atas nama Sukiman, keluarganya yang diikuti perjanjian akad kredit dalam jangka waktu dan jumlah pelunasannya.
Waktu berjalan, setelah beberapa kali mengangsur, kondisi keuangan keluarga wanita ini tak stabil dan angsuran harus terlambat beberapa bulan hingga 12 bulan pada 2018-2019. Namun pihak KSP Delta Pratama rupanya tak pernah sekalipun memberikan teguran atau surat peringatan kepada nasabahnya.
Pada 23 Agustus 2021, nasabah ini merasa kaget karena tanah SHM berserta rumah ternyata telah berubah pemilik menjadi atas nama Purnomo dengan kutipan risalah lelang. Awalnya, karena pemilik baru telah menurunkan material ditanah yang menjadi agunan tersebut.
“Saya kaget waktu itu, koq bisa koperasi Delta Pratama melakukan sita aset agunan jaminan dan sudah menjualnya,” terang Marfuah, Selasa (5/4/2022).
Perempuan ini mengatakan jika pihaknya merasa dirugikan dengan tindakan KSP Delta Pratama ini. Marfuah mengaku jika proses sita-jual aset miliknya tanpa peringatan dan pemberitahuan sama sekali. Tahu-tahu agunan tanah SHM miliknya sudah berganti nama orang lain.
Lanjutnya, pada 26 Agustus 2021 wanita ini mendatangi KSP Delta Pratama untuk menanyakan pinjamannya, namun pihak koperasi tidak memberikan jawaban dan pemberitahuan apapun soal jumlah total kewajiban sisa angsuran, bahkan sisa hasil lelang ilegal yang dilakukan KSP Delta Pratama yang katanya berkantor pusat di Malang ini.
“Karena merasa dirugikan, saya segera membuat pengaduan ke Polres Bojonegoro, atas aduan penyerobotan hak atas tanah milik kami,” lanjut wanita ini.
Saat pengaduan di Polres Bojonegoro berjalan, wanita ini juga melakukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Bojonegoro. Dimana dalam gugatan perdata tersebut telah terjadi mediasi yang pada pokok inti sidang, Joko Isnandar mewakili KSP Delta Pratama dengan pengakuan ada kelebihan sisa hasil lelang rumah tanah agunan tersebut sebesar Rp.30 jt.
“Minggu lalu, hakim mediasi menyarankan uang sisa hasil lelang tersebut dititipkan di Pengadilan Negeri Bojonegoro, namun saya menolak menerima, karena kasus hukum di Polres Bojonegoro masih berjalan,” ungkap perempuan ini.
Sebelum proses pelelangan terjadi, keluarga Marfuah telah mengajukan penawaran kepada pihak KSP Delta Pratama namun ditolak. Selang berapa bulan, ternyata tanah SHM miliknya telah berpindah nama pemenang lelang.
“Semoga upaya hukum yang saya lakukan baik di Polres maupun Pengadilan Negeri Bojonegoro membuahkan hasil,” harap Marfuah penuh semangat.(why/red)
Wah kurang ajar juga koperasi ini.
Ini adalah kejahatan yg tampak jelas. Dan koperasi hanyalah kedok belaka dari kegiatan rentenir. Asas koperasi adalah kekeluargaan. Dan ini kejahatan yg sistematis melibatkan banyak pihak serta berbau mafia tanah Harus diusut tuntas.
Sebaiknya pemerintah harus mengkaji ulang keberadaan rentenir berkedok koperasi yang menjamur di kota Bojonegoro… Jika ijinnya tidak sesuai keperuntukannya dengan dan melanggar undang2 koperasi sebaiknya usaha renten seperti itu harus di tutup biar tidak merugikan banyak masyarakat. Sebagai solusinya pemerintah harus menyediakan jasa pinjaman keuangan untuk masyarakat berbunga rendah yang persyaratannya tidak rumit seperti di bank.