Oleh : Kang Yoto
Pandemi Covid-19 telah membikin dunia usaha menderita, terutama Small, Medium and Micro Entepraise (SMME). Tidak sedikit diantaranya mengalami kebangkrutan dan lebih sedikit yang survive. Koran Kompas (16 Juli 2020) menyebut 3,9 juta orang miskin baru, 63 persen dari sektor informal karena gagal menyesuaikan diri dengan situasi akibat Covid 19. Hanya 9 persen yang survive berkat kemampuan menggunakan IT.
Mengikuti logika Survival of Fittest Darwin, bukan yang kuat, besar dan cepat yang akan survive, tapi siapa yang mampu beradaptasi dengan situasi baru. Artinya yang besarpun dapat mudah runtuh bila gagal beradaptasi dengan situasi baru, termasuk dalam dunia bisnis. Delloite melaporkan beberapa kampus di USA ditutup. Ribuan perusahaan ditutup, karyawan dirumahkan.
Apa yang perlu mendapatkan perhatian bagi pebisnis?
Salah satu situasi yang secara dramatik berubah adalah perilaku consumen. Berikut (the 4 mega shift) :1. Hidup dirumah menjadi gaya hidup, Stay at home as life style, 2. Mengacu ke piramida Maslow: konsumen bergeser kebutuhannya dari puncak piramida yaitu aktualisasi diri dan esteem ke dasar piramida yaitu makan, kesehatan dan keamanan jiwa raga, (bottom of the pyramid). 3. Konsumen menghindari kontak fisik manusia dan beralih menggunakan media virtual (go Virtual), 4. Lahirnya masyarakat baru yang penuh empati, welas asih dan sarat solidaritas sosial (empathic society), Yuswohady dkk (2020).
Membaca laporan Kompas di awal tulisan ini dapat dibaca bahwa saat ini ada 9 persen pengusaha dari kalangan SMME yang lincah bergerak, survive beradaptasi: merespon dengan cepat gaya hidup baru dan dengan kemampuan menggunakan IT. Hal sama terjadi pada beberapa perusahaan besar, sementara model dan pola lamanya mengalami tekanan, mereka dengan cepat mengubah size produknya, membuat produk baru dan memaksimalkan channel online dalam penjualan. Jurus baru ini dapat membantu ketahanan cashflow.
Survive dengan beradaptasi itu penting, tapi yang lebih penting lagi bagaimana bertahan lama. Disinilah pentingnya memasukkan nilai yang berprespektif masa depan (sustainable value). Nilai itu antara lain kearifan menggunakan sumberdaya alam, memperdayaan mereka yang lemah, menyadari hak anak cucu yang tidah boleh dihabiskan hari ini. Sustainable value mengarahkan perlu perbaikan kehidupan bersama secara berkelanjutan, datang dari kesadaran kebersamaan (eco).
Sementara Survival of fittest dalam teori Darwin beroperasi dari ego system. Dorongan untuk survivelah yang melahirkan keinginan menciptakan untung. Untuk ini apapun akan dilakukan termasuk tindakan eksploitatif terhadap alam dan kemanusiaan yang dampaknya bisa membahayakan kehidupan bersama. Seperti Covid-19, ia merupakan unintended concequence dari perilaku dan mental model eksploitative selama tahapan industrialisasi yang beroperasi dengan ego system. Untuk ini diperlukan mental model dan system operasi yang memungkinkan keuntungan secara bersama, kebahagiaan bagi semua, dan kehidupan dunia menjadi lebih baik. Itulah nilai sustainanabilty yang sejak tahun 2015 telah menjadi komitmen global dengan 17 goals (sustainable development goals/sdgs). Tantanganya bagaimana mewujudkan Better businiss sekaligus better world.
Gerakan mewujudkan better business better world menantang semua pihak menjadi champion baru, hero baru bagi kehidupan. Para champion yang survive karena menciptakan nilai tambah dan advanted buat kehidupan bersama, lewat kolaborasi eco system yang tumbuh secara berkelanjutan. Itulah hero.
Dalam kontek inilah untuk menjadi bagian inisiatif better businiss better world, maka penting memulainya dengan pertanyaan yang mungkin mengusik alam bawah sadar. Karena menyangkut aspek spiritual dan mental model yang sudah lama kita percayai.
Berikut beberapa pertanyaan yang patut direnungkan:
1. Apakah niatan yang paling dalam dari digitization: untung sendiri, untung berkelompok, menguntungkan bersama, menguntungkan kehidupan? Callaboration for sustainability life!
Apa yang melatarbelakangi intensi tersebut? Pihak mana yang memiliki kesadaran tersebut? Bagaimana mengundang dan memastikan para pihak terlibat aktif secara generative? Siapakah pihak2 yang dimaksud? Seberapa besar jangkuan atau luasnya ecosystemnya?
2. Bagaimana memastikan frame work digitalization akan memenuhi niatan nomor 1?
3. Apa saja value prepositions yang ditawarkan? Siapakah yang paling besar mendapatkan manfaat dari value proposition tersebut?
4. Apa peran masing dalam colaborasi ini?
5. Bagaimana mekanisme evaluasi, lesson learn bersama, dan perbaikan terus menerus dilakukan?
Pertanyaan pertanyaan ini memerlukan kemampuan diri untuk membuka hati, pikiran dan niatan. Membuang suara sinis, penghakiman dan takut. Hanya dengan cara demikian maka kemampuan mendengarkan suara alam dan sesama manusia yang otentik dapat terjadi. Hal hal baru yang senyatanya dapat diterima dan berbagai gagasan dapat muncul.
Hidup ini perjalanan: perjalanan bekerja untuk menghasilkan karya manfaat dan belajar untuk menghasilkan cara baru. Belajar memahami hal baru dan bekerja untuk mewujudkannya better businiss, better world.
Selamat menikmati perjalanan dan jangan lupa bahagia.
Jakarta, 23 juli 2020
Kang Yoto