Kabar Pasti
  • Home
  • Peristiwa
  • Politik & Kebijakan
  • Hukum & Pemerintahan
  • Pendidikan & Kesehatan
  • Desa & Budaya
  • Olahraga
  • Kolom
No Result
View All Result
  • Home
  • Peristiwa
  • Politik & Kebijakan
  • Hukum & Pemerintahan
  • Pendidikan & Kesehatan
  • Desa & Budaya
  • Olahraga
  • Kolom
No Result
View All Result
Kabar Pasti
No Result
View All Result

Sedikit Memaknai Rekognisi dan Susidiaritas Desa

Sunday, 13 October 2019 - 22: 30
Sedikit Memaknai Rekognisi dan Susidiaritas Desa

Dr. Sutoro Eko Yunanto, Guru Desa, Ketua STPMD "APMD" Jogjaklarta. Foto : Dok. Sutoro Eko.

Oleh : Sutoro Eko Yunanto*)

Undang Undang Nomor 6/2014 tentang Desa menyajikan rekognisi-subsidiaritas untuk menembus dilema negara antara isolasi dan imposisi. Negara mengakui desa dan memberikan mandat kepada desa untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat (pelayanan dasar, infrastruktur, ekonomi lokal, sumberdaya alam, lingkungan, ketentereman, kerukunan, dan sebagainya) dengan “cara desa” (adat istiadat, prakarsa, kearifan). Rekognisi ini merupakan jalan yang lebih tepat untuk menghadirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ke ranah desa, sekaligus membuat desa mempunyai imajinasi dan kontribusi yang lebih baik kepada NKRI.

Secara mikro tindakan rekognisi membutuhkan kepercayaan. Kepercayaan merupakan etika dasar dalam rekognisi dan mempercayai desa merupakan sikap dasar untuk mendorong pemberdayaan dan penguatan kapasitas desa. Kepercayaan (trust), menurut Francis Fukuyama (1995), merupakan harapan-harapan terhadap keteraturan, kejujuran dan perilaku kerjasama yang muncul dari dalam sebuah komunitas yang didasarkan pada norma-norma yang dianut bersama oleh anggota komunitas itu. Umumnya trust ditempatkan sebagai sebuah unsur modal sosial yang sangat berguna untuk membangun soliditas relasi sosial secara horizontal. Tetapi kepercayaan lebih dari sekadar modal sosial. Bagi Goran Heyden (1992), kepercayaan (trust) merupakan sebuah elemen struktural dalam governance yang bakal menumbuhkan akuntabilitas dan inovasi pemerintahan. Trust bisa tumbuh kalau diawali dengan kerelaan atau ketulusan (compliance).

Baca Juga

Peserta Didik Sespimmen Angkatan 61 Salurkan Bantuan Ke Musholla Al Ikhlas

Tim Pengisian Perangkat Di Campurejo, Telah Menerima 11 Orang Pendaftar di Hari Ke- 15

Kalau institusi pemerintah mempunyai komitmen terhadap perubahan desa, maka sikap mempercayai desa adalah pilihan yang harus dilaksanakan. Keengganan, keraguan, dan kekhawatiran pemerintah terhadap desa harus diubah menjadi kerelaan, ketulusan dan keyakinan, yang diteruskan dengan pembagian kekuasaan, kewenangan, keuangan, sumberdaya dan tanggungjawab kepada desa. Kepercayaan yang diberikan kepada desa tentu harus diikuti dengan fasilitasi, supervisi dan capacity building sehingga kewenangan dan keuangan yang dibagi kepada desa betul-betul dikelola secara efektif, bertanggungjawab dan membuahkan kemajuan desa.

Menantang desa adalah tindakan kelanjutan dari rekognisi dan kepercayaan. Dalam konteks negara yang hirarkhis-sentralistik, desa selalu menjadi obyek regulasi dari pemerintah supradesa. Regulasi berisi perintah maupun petunjuk yang “harus” dilakukan desa, serta larangan-larangan yang tidak boleh atau “jangan” sampai dilakukan desa. Karena pemahaman yang keliru tentang regulasi, maka desa hanya melakukan sesuatu yang diperintahkan dan menghindari larangan-larangan yang ditentukan peraturan (regulasi). Di luar pakem ini desa tidak bisa dan tidak berani berbuat sesuatu.

Kreasi baru di desa yang tidak tercantum atau tidak diatur, meski tidak dilarang, sulit dijalankan di banyak desa. Banyak kepala desa yang takut melangkahi kabupaten/kecamatan karena berbuat sesuatu yang belum diatur dalam regulasi. Contohnya adalah kerjasama dengan pihak luar seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Sebelum era reformasi sampai awal reformasi, banyak kepala desa takut menjalin kerjasama dengan LSM, karena belum diatur dalam regulasi, padahal regulasi tidak melarang secara eksplisit.

Setelah reformasi, desa memperoleh ruang dan tantangan yang besar dalam mengembangkan kerjasama dengan berbagai pihak, baik dunia usaha, LSM maupun perguruan tinggi. Namun demikian, dalam praktik di lapangan, kerjasama desa dengan pihak luar sering terhambat oleh kontrol kabupaten/kecamatan. Desa tidak bisa secara langsung menjalin kerjasama, melainkan harus memperoleh izin atau persetujuan dari kabupaten. Termasuk kepala desa menghadiri undangan penting dari pihak luar.

Hingga kini regulasi masih diperlakukan sebagai perangkat yang mempersulit, bukan mempermudah, membuka ruang gerak dan memberi tantangan bagi desa untuk mengembangkan kreasi dan potensi lokal. Lebih banyak regulasi maupun pernyataan-pernyataan resmi pejabat supradesa yang selalu memerintah sekaligus membatasi (jika bukan melarang) ruang gerak desa. Tetapi pada sisi yang ekstrem, karena euforia, banyak desa yang punya “kreasi” berlebihan dan menabrak peraturan. Fakta ini menggambarkan terjadinya kesenjangan antara regulasi dengan kehendak lokal, karena proses perumusan regulasi tidak memperhatikan aspirasi lokal, serta substansi regulasi yang berorientasi mempersulit dan membatasi desa.

Sementara subsidiaritas mengajarkan tentang prinsip “bukan campur tangan, apalagi cuci tangan, melainkan memberi uluran tangan”. Dalam keseharian banyak orang luar yang campur tangan terhadap desa, seperti pengaturan yang rigid terhadap asal-usul desa, pengadaan perlengkapan untuk Pilkades oleh pemerintah supradesa, membentuk BUMDesa secara serentak dan seragam, hingga membentuk kelompok-kelompok masyarakat sebagai kanal penerima bantuan proyek.

Tindakan campur tangan ini tidak dibenarkan oleh asas rekognisi dan subsidiaritas dalam UU Desa. Tetapi kalau desa menghadapi banyak masalah orang luar cenderung cuci tangan. Sebagai contoh adalah banyak proyek yang mangkrak, Posyandu yang tidak berjalan, atau BUMDesa yang mati suri. Sejauh ini orang luar cenderung cuci tangan terhadap masalah-masalah itu.(Sumber : “Platform Baru Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa”)

*) Penulis adalah Guru Desa dan Perancang UU Desa

SendShareTweetShare

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

© 2021 Kabarpasti.com

No Result
View All Result
  • Home
  • Peristiwa
  • Politik & Kebijakan
  • Hukum & Pemerintahan
  • Pendidikan & Kesehatan
  • Desa & Budaya
  • Olahraga
  • Kolom

© 2021 Kabarpasti.com