Oleh: M. Yudha Pradana*)
ADA pola logika yang keliru dari proses relokasi Pasar Kota Bojonegoro. Berangkat dari Pasar Wisata yang saat ini terbangun megah, Pemerintah Kabupaten sedang menaruh nasib ribuan orang yang mencari penghidupan di Pasar Kota ke meja judi. Baik langsung atau tidak, upaya itu sedang dan mungkin terus dilakukan.
Pemindahan Pasar tidak akan memberi dampak negatif kepada pembeli. Karena pembeli akan beradaptasi dengan pola transaksi di tempat yang baru. Tapi bagaimana dengan pedagang? Yang hari-hari esok akan menjadi samar atau bahkan gelap bagi mereka.
Pikiran sederhana untuk memodernisasi Pasar, seakan menegasikan ekosistem Pasar yang sudah terbentuk lama di lokasi semula. Ekosistem yang mampu memberikan umpan balik bagi pedagang dan pembeli untuk bertransaksi dan bertumbuh.
Proses tumbuh mereka yang berjualan tidak seperti orang-orang dengan modal besar, yang ketika problem datang mereka akan dengan mudah menggeser aset investasi mereka ke tempat baru. Pemodalan mereka kecil. Beberapa menggantungkan apa yang dimakan hari itu adalah hasil yang didapat kemarin.
Konon, lebih dari ribuan orang yang mengundi peruntungan mereka dengan berdagang di Pasar kota. Ribuan orang yang efek bergandanya akan membuat nilai itu bertambah beberapa kali lipat. Dari keluarga saja kita bisa mengalikannya paling tidak 2 sampai 4 kali lipat.
Belum ketika kita berbicara soal ekosistem pendukung di dalamnya tukang becak misalnya, kita akan sulit temui mereka saat ini. Apa yang mereka lakukan sekarang? Bagaimana mereka bisa bertahan dalam kondisi pivot yang saat ini terjadi?
Sekali lagi, jika kita mengambil pola logika aristokrat, semua itu mudah. Tapi bagi masyarakat bawah, pola-pola pemikiran untuk mengedepankan teman-teman marginal harus diambil. Karena dari sanalah khitah pemerintahan dibentuk. Untuk membentuk kerakyatan yang memberdayakan, melindungi dan melayani.
Saya tidak ingin mengatakan apa yang diperbuat oleh pemerintah kabupaten saat ini adalah seluruhnya buruk. Karena, sejarah pun akan mencatat bawah hanya dibawah kepemimpinan Ibu Anna Mu’awanah kita bisa melihat tata kelola keuangan dalam bentuk investasi infrastruktur yang sangat luar biasa. APBD 5-7 Triliun berhasil beliau manifestasikan menjadi hal konkrit yang menjembatani proses pergeseran Bojonegoro dari kota terbelakang ke arah kemajuan yang bahkan untuk membayangkannya 10-15 tahun lalu rasanya mustahil.
Pandangan saya tetap tidak akan berubah. Bahwa Pemerintah Kabupaten saat ini diisi oleh orang-orang dengan kualitas pemikiran melampaui jamannya.
Dan saya akan tetap memegang pandangan itu sembari menaruh harap bahwa produk politik yang dihasilkan betul-betul berangkat dari informasi dan bukti yang komprehensif. Karena dari sanalah kebijakan yang adil akan muncul, berikut dengan alternatif-alternatif yang mengikuti.
Saat ini sepertinya proses perjudiannya akan berlanjut. Masa depan akan tetap samar bagi pedagang. Dan pemerintah kabupaten adalah satu-satunya pihak yang mampu menunjukkan pelitanya.
Bagi saya yang merupakan anak dari salah seorang Ibu yang berdagang dan mencari peruntungan di Pasar Kota, Belajar, bahwa kepasrahan adalah jalan terbaik untuk menghadapi polemik menahun yang tak kunjung usai. Yang ditengah kesamaran beliau tetap berangkat sebelum subuh pulang sore untuk tetap berjuang untuk anak-anaknya kuliah.
Diakhir, doa terbaik terus coba kami panjatkan. Atas apa-apa yang kami usahakan dan kerjakan. Karena pun, dadunya sudah di kocok. Dan bandar tetap memegang kendali.
Salam dari wargamu Ibu, Muhamad Yuda Pradana – 28 Tahun.
*) Penulis adalah Eks Ketua BEM Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada Yogyakarta