BOJONEGORO – Musim tanam II yang akrab disebut petani sebagai musim Walikan sudah nampak merata diwilayah pertanian petani irigasi. Seperti yang nampak terlihat di Daerah Irigasi Pacal Kiri yang ada di Desa Sidodadi, Kecamatan Sukosewu, Kabupaten Bojonegoro, Minggu (19/7/2020).
Tapi perbedaan sangat terlihat nyata saat petani irigasi wilayah ini memanen padi miliknya. Tehnologi kentara menggeser budaya tradisional manual yang dalam lima tahun terakhir sudah mulai hilang dari penglihatan. Masa panen tak lagi banyak melibatkan warga tani untuk berjubel di area persawahan seperti dulu, mulai menyabit padi, mengumpulkan hingga Ngedos (panen dengan alat pancal kaki).
Yang nampak kini, mesin mayoritas Combine Harvester dan Blower yang rata-rata dibawa dan dimiliki pembeli gabah.
Suyanto salah satu pembeli gabah mengaku harga gabah pada musim panen padi di wilayah irigasi hari ini harganya lumayan bagus tergantung panennya menggunakan alat apa.
“Ada kisaran perbedaan seratus rupiah pada hasil gabah yang dipanen, kalo pakai combine 4.400, pakai blower 4.300 dan kalau menggunakan Dos manual hanya 4.200,” terang pedagang ini.
Penebas gabah ini juga menyampaikan bahwa petani irigasi wilayah Sukosewu yang panen hari ini harusnya makmur. Berbeda dengan wilayah yang tadah hujan seperti Sumberejo Kidul yang banyak gagal panen karena kurangnya stok air saat padi membutuhkan air.
Seperti yang disampaikan Rokhim (35 tahun) salah satu petani dari Sumberejo Kidul yang mengaku panen namun hasilnya jelek, karena kurangnya air saat padi akan berisi.
“Apa mas, hasilnya turun drastis, susah banget, punya setengah hektar tapi panen kemarin gak nyampai 1 ton,” terangnya mengeluh.(Cipt)