BOJONEGORO – Persoalan Minyak dan Gas yang dioperatori Exxon Mobil Cepu Limited (EMCL) yang beroperasi di wilayah Banyu Urip Kecamatan Gayam Kabupaten Bojonegoro ini masih saja menuai polemik dalam aktivitasnya di lapangan. Betapa tidak, kontraktor warga lokal daerah penghasil suplai 25% migas nasional ini selalu saja hanya menjadi penonton saja dan bahkan cenderung diabaikan dalam proses tender bersama vendor luar daerah.
Meski sejatinya Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mendorong peran subkontraktor (vendor) dalam upaya mencapai target produksi migas nasional dengan mengubah aturan batas tender bagi vendor di daerah menjadi di bawah 10 Miliar.
Di sisi lain, vendor diharapkan dapat melengkapi kemampuan dan meningkatkan keahlian. Sehingga vendor mampu menyelesaikan pekerjaan dengan baik dari segi pengiriman, kualitas dan harga yang kompetitif.
Tapi justru kenyataan dilapangan berbeda, EMCL selaku operator Migas di Lapangan Banyu Urip masih saja menganaktirikan bahkan cenderung meninggalkan kontraktor konten lokal.
Slamet Riyadi (47 tahun) selaku Ketua Forum Kontraktor Lokal Kecamatan Gayam mengaku di kecewakan oleh EMCL dalam pelaksanaan tender yang berjalan belakangan ini.
“Teman-teman lokal mayoritas sudah memenuhi apa yang disyaratkan EMCL, khusus tander insulation yang sekarang berjalan, justru kita akan ditendang,”ungkapnya.
Masih menurut Slamet, tanda-tanda EMCL akan menendang PT yang diikutkan tender sangat nyata, melalui pesan email yang diterima, perusahaan hanya diberikan waktu sanggah selama dua hari untuk melengkapi kekurangan persyaratan kualifikasi.
Parmani (57 tahun) yang juga tokoh warga Gayam ini juga merasa dibohongi dalam proses oelaksanaan tender proyek Migas oleh EMCL.
“Perusahaan lokal disini rata-rata sudah qualified, menenuhi syarat, workshop ada juga pengalaman bertahun-tahun di migas, bahkan selama tender kita juga pro aktif,”tegasnya.
Parmani juga berani menantang perusahaan luar yang notabene hanya mokondo, semuanya mengandalkan sewa dan berpindah-pindah kantor, tapi selalu menang tender.
“Kalo soal modal jangan tanya, hampir semua yang disini justru menyokong keberadaan kontraktor luar daerah,”gerutunya.
Begitupun Suparmo (47 tahun) selaku Ketua LSM MSTPM ( Masyarakat Sekitar Tambang Peduli Minyak) menghimbau Managemen Exxon untuk menerapkan PTK 007 dan Perda Nomor 23/2011 tentang Konten Lokal Bojonegoro sebagai acuan vendor lokal.
“Vendor lokal itu sudah mampu dan siap untuk kompetisi dengan vendor skala nasional. Kami sangat berharap Exxon Mobil untuk bijak dan mau memprioritaskan/mengistimewakan vendor lokal nyel,”harapnya.
Karena menurut Parmo, selama ini yang dimenangkan EMCL dalam tender hanya bermodalkan formalitas administrasi. Sementara implementasinya dilapangan mulai SPT, SDM, finansial dan sarana prasarananya mayoritas milik warga lokal, mereka para vendor luar tak beda jauh dengan makelar.
Ketiga tokoh warga lokal ini mengaku mampu menunjukan keberadaan kontraktor luar daerah yang selalu menang tender meski tak memenuhi kualifikasi. Dirinya dan rekan-rekan lokal berencana melakukan aksi turun lapangan jika kontraktor lokal tetap tidak diharapkan keikutsertaannya dalam proyek Migas yang dioperatori EMCL ini. (Kust/Red)