BOJONEGORO – Tempat yang dikeramatkan di Pulau Jawa masih menyimpan banyak mitos yang menarik untuk disibak, mulai punden, petilasan hingga sebuah makam. Seperti sebuah makam yang ada di Desa Ngasinan, Padangan, Bojonegoro, Jawa Timur ini. Karena dipercaya banyak peziarah berhasil dalam meraih sebuah jabatan, makam ini masih terus ramai dikunjungi warga baik lokal Bojonegoro, Tuban, Rembang, Surabaya hingga Malang.
Mbah Warji (62 tahun) seorang Juru Kunci Makam Mbah Malang Negoro menuturkan bahwa tempat ini sering di kunjungi peziarah dari luar Bojonegoro.
“Disamping untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, mereka yang datang rata-rata dalam keinginan merebut sebuah jabatan mulai dari Bupati, Kepala Desa hingga kepentingan usaha, dan rata-rata mereka berhasil,” tutur Juru Kunci yang Modin Desa Ngasinan ini, Sabtu (31/7/2021).
Sebelum menjadi juru kunci makam ini, Mbah Warji mengaku pernah bermimpi memakamkan Harimau ditempat ini yang menurutnya bahwa itu adalah isyarat bagi dirinya untuk memelihara makam ini. Modin yang juga seorang kiai inipun menceritakan apa yang diketahuinya kepada kabarpasti.com
Makam Mbah Malang Negoro berasal karena Tanggono Puro dan Kyai Kasan dimakamkan di Desa Ngasinan, Kecamatan Padangan. Hingga saat ini masyarakat setempat menjuluki Tanggono Puro sebagai Mbah Malang Negoro.
Diceritakan bahwa pada masa penjajahan Belanda dalam perjuangan seabad sebelum kemerdekaan Indonesia, Pangeran Diponegoro memiliki pasukan perang yang diantara bermarkas di Desa Ngasinan, Kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro. Pasukan tersebut dipimpin oleh Panglimanya bernama Tanggono Puro dengan seorang penasehat bernama Kyai Kasan Wirodikromo yang bernama asli Sayyid Abu Bakar Alaydrus.
Dimana, pasukan tersebut telah berhasil melakukan tugasnya memutus jalur perhubungan Belanda antara wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur, mulai dari Lasem (utara) hingga Pacitan (selatan) yang dikerjakan oleh pasukan Tanggono Puro hanya dalam waktu tiga hari.
Karena keberhasilan tugas itulah, Pangeran Diponegoro memberikan anugerah pada pasukan ini dengan gelar “Malang Negoro”. Hanya dengan tiga hari, momen tersebut menunjukkan kesaktian dan perjuangan dashyat pasukan Malang Negoro, (eksistensi perjuangan rakyat dan tentu perjuangan Pangeran Diponegoro kala itu). Sementara, ketika wafat Tanggono Puro dan Kyai Kasan dimakamkan di Desa Ngasinan, Kecamatan Padangan, sehingga masyarakat setempat menjuluki makam Tanggono Puro ini sebagai Makam Mbah Malang Negoro.
“Sehingga makam ini sangat dikenal turun temurun oleh semua orang dengan Makam Mbah Malang Negoro,” terang Mbah Warji.
Menghayat kesaktian Mbah Malang Negoro inilah, banyak masyarakat yang dari dulu datang ke pesarean makam ini untuk mendo’akan dan meminta berkah dari Allah SWT agar apa yang menjadi hajatnya terkabul.(cipt/why/red).