Oleh: Ajun Pujang Anom *)
Sebelum memanfaatkan media pembelajaran, kita harus mempertanyakan seberapa butuh dan pentingnya media itu bagi proses pengajaran. Jangan karena anggapan bahwa semua pembelajaran dapat memakai media, terus terpacu untuk menyediakannya dengan lengkap. Sebab bagaimanapun juga hal itu tak mungkin dan tak harus dikerjakan. Tiap kegiatan belajar mengajar itu bersifat kondisional, kadang perlu media, kadang tidak. Hal ini menyesuaikan kondisi yang dialami, baik oleh guru maupun murid.
Jadi intinya kegiatan membuat atau memakai media pembelajaran tidak memberatkan, utamanya bagi guru. Untuk itu, guru harus mampu membuat skala prioritas, mana materi dan metode yang butuh media sebagai pendukung. Jika media itu tidak harus ada, dan siswa juga gampang mengerti, pemakaian media bisa diabaikan keberadaannya. Hal ini tak lepas dari fungsi media yaitu mendorong minat dan fokus siswa, sekaligus memudahkan pemahaman dan memancing timbulnya kreativitas mereka.
Setelah itu, lalu membuat konsep tentang media pembelajaran yang akan digunakan. Apakah menggunakan yang sudah ada atau membuat sendiri (bisa juga bersama siswa)? Apakah memanfaatkan benda-benda di sekitar? Apakah memakai komputer dan layanan internet? Dalam pelaksanaannya, kita tidak harus selalu condong pada salah satu tipe media pembelajaran di atas. Kita bisa menggabungkan atau bergantian dalam pemanfaatannya.
Selain itu, kita harus melihat karakteristik dari segi daya tahan dan penyimpanan. Apabila memerlukan media yang tahan lama dan sering dipakai, tentu perlu dihindari bahan-bahan yang mudah rusak. Di samping itu juga menyediakan tempat penyimpanan khusus, seperti lemari dan rak. Jangan disimpan di bersama buku pelajaran. Dan sebaiknya ditaruh di ruang kelas. Berbeda halnya, jika memanfaatkan benda-benda yang ada di sekitar dan media sekali pakai. Tentu kita tak harus menyediakan rak, lemari, dan sejenisnya. Ini pun berlaku juga bagi media berformat digital. Karena dapat disimpan secara maya.
Bagi yang pertama kali membuat, sebaiknya membikin yang sederhana dan cepat dalam pembuatannya. Serta memperhatikan prinsip: nyata, dapat dipegang, ringan, dan tidak berbahaya. Dari prinsip ini, bahan-bahan yang memungkinkan adalah kertas, kayu, plastik, dan gabus.
Karena masih awal, saya menyarankan meniru bentuk atau model yang sudah ada. Sembari sedikit melakukan modifikasi, baik itu dari segi warna, ukuran, bahan, dan penamaan. Hal ini disebabkan tak banyak diri kita dikarunai keajaiban berinovasi tanpa sebuah proses latihan. Dan dengan begitu, sedikit demi sedikit kita menjadi terlatih untuk kreatif.
Contoh bentuk media pembelajaran yang bisa ditiru adalah telur terbelah. Cara pembuatannya cukup mudah. Hanya butuh kertas, alat tulis, dan gunting. Pertama kita menggambar telur, lalu di tengahnya dibuat garis zig-zag (ini yang nantinya dipotong). Kemudian tulis soal di bagian atas dan jawaban di bawahnya. Agar lebih mudah, bisa menggunakan komputer dan dicetak.
Jadi ini seperti soal menjodohkan. Sehingga anak-anak tinggal mencari jawaban yang tepat. Bila media ini ditempel di papan, rekatkan double tape di belakangnya. Dan agar lebih menarik perhatian, bisa diwarnai. Di samping itu pula diberi nama yang unik. Misalnya Tela Tela, yang merupakan singkatan dari “Tebak Jumlah Telur Angka”. Untuk penampakannya bisa dilihat di bawah ini.
Bojonegoro, 20 April 2021