BOJONEGORO – Siang begitu riuh, kembali para Pecinta Kopi di Warung Bu Tyok menyodorkan gunjingan diskusi dipekan keempat yakni Kajian Sor Keres (KSK) yang bertema Petani, Tengkulak dan Penguasa dengan narasumber yang terhormat Wakil Rakyat, Agung Supriyanto, anggota DPRD Provinsi Jawa Timur, Dapil XII (Bojonegoro-Tuban), Rabu (22/6/2022).
Mengawali diskusi, Yazid Mar’i menyampaikan bahwa permasalahan petani berkutat soal penjualan komoditas pasca panen, kesempatan tengkulak memanfaatkan keuntungan dan kurangnya peran penguasa dengan kebijakan yang melindungi para petani.
“Khusus petani padi, tengkulak yang paling diuntungkan saat panen, karena pemilik mesin/Combi panen rata -rata tengkulak, sehingga mereka menjadi salah satu penentu harga,” ungkap Sekretaris KSK ini.
Begitupun Sang Ketua, Dry Subagyo yang menggagas soal kemandirian pupuk bagi petani untuk mengurangi ketergantungan kepada pupuk kimia dengan memproduksi pupuk organik dari limbah domestik.
“Harganya akan lebih murah, unsur hara tanah tetap terjaga sehingga produksi pertanian tetap tinggi,” ungkap Pengusaha ini.
Diskusi semakin terlihat menarik kala Agung Supriyanto mengulik soal pertanian dari pengelolaan anggaran bidang pertanian.
“Jika bidang Pertanian menjadi prioritas, maka dapat dilihat jumlah anggaran yang dialokasikan pada APBD Bojonegoro tentunya,” kata politisi muda PAN ini.
APBD Bojonegoro teramat sangat mencukupi untuk membuat berbagai program yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani.
Antusias diskusi nampak terlihat, peserta saling menyampaikan ide dan gagasannya hingga usulan untuk menyelesaikan permasalahan khusus petani ini. Soal anjloknya harga komoditas pertanian, kesulitan dan mahalnya pupuk, hingga perlindungan hukum bagi petani yang memproduksi pupuk secara mandiri.
“Digitalisasi pertanian dapat menjadi solusi meningkatkan produktivitas dan pemasaran bagi para petani,” usul Joko Supoyo yang ahli Amdal Bojonegoro.
Mengurangi ketergantungan pupuk kimia juga bisa dilakukan dengan memproduksi pupuk organik, namun harus didukung oleh penguasa dengan regulasi yang jelas, kata Irul yang seorang pendamping pertanian.
“Perlindungan hukum menjadi penting untuk membangun kemandirian petani,” kata Irul.
Begitupun, Didik yang Tenaga Ahli Kemendes PDTT mengungkapkan jika ketahanan pangan saat ini telah menjadi program pemerintah.
“Ada kewajiban menyediakan minimal 20 persen Dana Desa untuk membangun infrastruktur pertanian atau kegiatan yang berkaitan dengan ketahanan pangan,” katanya.
Diskusi masih terlihat gayeng. Sebagai closing statement, Agung Supriyanto berharap Kajian Sor Keres harus mampu berkolaborasi dengan penguasa, agar hasil kajian dapat disampaikan dan terealisasi.
“Era sekarang bukan era konfrontasi, karena keberhasilan saat ini lebih ditentukan bagaimana sebuah komunitas mampu berkolaborasi,” pungkasnya. (*/red)