BELANDA –Lebaran jauh dari keluarga menjadi pengalaman tersendiri bagi Willadatus Sa’diyah (24 tahun), mahasiswi yang sedang menempuh Pendidikan Magister Jurusan Master Of Climate Studies di Wageningen University and Research Belanda ini, karena baru tahun pertama dirinya berlebaran tanpa bersama keluarga.
Mahasiswi alumni Universitas Negeri Malang 2017 ini menuturkan pengalamannya kepada kabarpasti.com.
“Menunaikan ibadah puasa ditengah masyarakat mayoritas non-muslim menjadi sangat menarik karena butuh banyak adaptasi, tapi karena banyak teman, alhamdulillah fine-fine saja” tutur Willa akrab disapa, Minggu (16/5/2021)
Mahasiswi asal Desa Sidorejo, Kecamatan Sukosewu, Kabupaten Bojonegoro yang mendapatkan Beasiswa LPDP pasca sarjana di Wageningen University and Research ini mengatakan jika durasi waktu puasa di Belanda lebih lama sehingga menjadi sebuah tantangan bagi warga asing yang pertama kali menjalankannya.
“Bulan puasa di Belanda tahun ini, memang dimulai antara musim semi, sehingga gak panas-panas amat, hampir seperti di Malanglah,” terangnya.
Menurutnya, durasi puasa yang juga agak panjang sekitar 17,5 jam sampai 18 jam. Seperti halnya imsak mulai pukul 04.30 dan buka puasa baru pukul 21.00. Sholat tarawih rata-rata digelar di gedung tinggal bersama teman-temannya dan sekali-kali ke masjid. Meski jeda waktu berbuka puasa dengan sahur begitu singkat, dirinya dan teman-teman saling mengingatkan atau membangunkan jika masih ada yang tidur, baik via telepon atau ngebel pintu kamar jika dalam satu gedung saat waktu sahur tiba.
“Beberapa kali kita kelewatan makan sahur, jadi ya terpaksa gak sahur dan keesokan harinya harus bertahan 18 jam untuk tetap berpuasa,” cerita Willa sambil tertawa.
Sementara, pelaksanaan Shalat Idul Fitri 1442 H, menurut kandidat Magister Cuaca ini waktunya dibagi dua, pertama pukul 07.00 CEST (waktu di Wageningen) untuk Shalat Ied muslim Internasional dan kedua pukul 09.00 CEST yang melaksanakan Shalat Ied muslim Indonesia.
“Dibagi dua supaya kita tetap mentaati protokol kesehatan karena kapasitas masjid tidak terlalu besar,” terangnya.
Karena baru pertama di negeri orang, meski sebelumnya pernah tak pulang waktu di Jakarta saat takbir Idul Fitri menggema, pertama kali di Negeri Kincir Angin ini dirinya tetap tak kuasa menahan air mata dan tetap menangis karena teringat yang dirumah, meski hanya sebentar saja.
Cerita Willadatus, bertindak sebagai Imam dan Khatib di Wageningen Moskee Park adalah Fahrizal Yusuf Affandi, mahasiswa PhD Wageningen.
“Pasca Shalat Ied, di hari pertama lebaran juga ada beberapa teman yang menggelar open house dan halal bihalal dari teman PPI Wageningen. Happy Ied Mubarak 1442 H,” ucapnya kepada keluarga di Indonesia dan kabarpasti.com. (BK)