BOJONEGORO – Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 15 Tahun 2022 Tentang penghasilan tetap Kepala Desa, Perangkat desa, dan Staf pemerintah desa, yang telah ditetapkan dan diundangkan pada tanggal 23 Juni 2022 lalu, saat ini menjadi perbincangan atau pembahasan hangat, khususnya di kalangan unsur pemerintah desa di wilayah Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.
Bagi kebanyakan perangkat desa yang melakukan penolakan terhadap Perbup yang belum genap berusia 1 (satu) bulan itu, dikarenakan peraturan bupati tersebut tidak sesuai dengan payung hukum yang ada di atasnya yakni Peraturan Presiden (PP) Nomor 11 Tahun 2019.
Pada Peraturan Presiden RI nomor 11 tahun 2019 Pasal 81 ayat (2) dicantumkan bahwa Bupati/Wali Kota menetapkan penghasilan tetap Kepala Desa, sekretaris Desa, dan perangkat Desa lainnya dengan ketentuan;
a. besaran penghasilan tetap kepala Desa paling sedikit Rp. 2.426.640,00 (dua juta empat ratus dua puluh enam ribu enam ratus empat puluh rupiah) setara 120% (seratus dua puluh per seratus) dari gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan II/a.
b. besaran penghasilan tetap sekretaris Desa paling sedikit Rp. 2.224.420,00 (dua juta dua ratus dua puluh empat ribu empat ratus dua puluh rupiah) setara 110% (seratus sepuluh per seratus) dari gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan II/a.
c. besaran penghasilan tetap perangkat Desa lainnya paling sedikit Rp. 2.022.200,00 (dua juta dua puluh dua ribu dua ratus rupiah) setara 100% (seratus per seratus) dari gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan II/a.
Namun pada Pasal 6 Perbup nomor 15 tahun 2022, untuk penghasilan tetap kepala Desa, sekretaris Desa, dan perangkat Desa lainnya secara langsung disebutkan angka nominal tanpa dicantumkan kalimat besaran penghasilan tetap paling sedikit atau minimal dan bahkan nominal yang ditetapkan itu adalah angka maksimal.
Bagi yang membaca perbup tersebut tak jarang mengatakan bahwa terjadi kenaikan gaji. Hal ini yang mengakibatkan perdebatan dan perbedaan sikap, khususnya kepala Desa, sekretaris Desa, dan perangkat Desa sebagai penerima manfaat peraturan bupati nomor 15 tahun 2022.
Selain penghasilan tetap (Siltap) di dalam Perbup tersebut juga diatur serta ditetapkan prosentase tunjangan kepala Desa, perangkat Desa, dan perangkat Desa. Terkait tunjangan yakni pada Pasal 10, Perbup nomor 15 tahun 2022 ini juga mendapat penolakan dari kebanyakan perangkat Desa di Kabupaten Bojonegoro.
Melalui PPDI (baca: persatuan perangkat desa indonesia) Kecamatan, penolakan yang disampaikan perangkat Desa yakni agar besaran tunjangan diberikan 100 persen maksimal dari Siltap masing-masing, atau ditambah sesuai dengan Peraturan bupati (Perbup) Nomor 45 Tahun 2018. Selanjutnya, juga menolah mekanisme pembayaran melalui pemindahan buku ke rekening BPR, sebab selama ini proses pencairan Siltap sesuai tahapan ADD (baca: alokasi dana desa) dan melalui RKD (baca: rekening kas desa).
Dari terbitnya Perbup nomor 15 Tahun 2022 itu, ada Desa yang beranggapan bahwa produk peraturan tersebut menguntungkan atau menaikkan penghasilan dan tunjangan.
Bagi Desa yang telah menjalankan proses anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDesa) sesuai peraturan, yakni dengan prosentase 70:30. Di mana 70 persen anggaran digunakan untuk belanja bangunan, dan 30 persen untuk belanja/biaya operasional BPD, Siltap serta tunjangan, adanya Perbup nomor 15 tahun 2022 tersebut, justru mengurangi penghasilan dan tunjangan kepala Desa, sekretaris Desa, dan perangkat Desa.
Guna memastikan terkait pelaksanaan perhitungan penghasilan kepala Desa, perangkat Desa, dan Staf, awak media kabarpasti.com mencoba menghubungi Chafid Choirul Huda seorang sekretaris Desa di Desa Campurejo, Kec/Kab. Bojonegoro.
Kepada media ini, dirinya menyampaikan bahwa sumber dan penganggaran penghasilan kepala desa, perangkat desa, dan staf telah diatur baik di dalam PP nomor 11 tahun 2019 maupun di Perbup 15 tahun 2022 Pasal 4.
“Untuk penghasilan tetap dan tunjangan telah diatur dalam Perbup tersebut, dan diberikan setiap bulan. Serta dianggarkan dalam APB Desa yang bersumber dari ADD,” Chafid sapaan akrab Sekdes Campurejo.
Ia juga menambahkan, pada Pasal 4 yang terdapat di Perbup nomor 15 tahun 2022 itu juga dijelaskan, dalam hal ADD tidak mencukupi untuk mendanai penghasilan tetap dan tunjangan, dapat dipenuhi dari sumber lainnya dalam APB Desa selain Dana Desa (DD) dan hasil pengelolaan tanah bengkok.
“Ada juga penghasilan lain yang sah, dapat diberikan dan bersumber dari pendapatan desa sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” tandasnya.
Kendati akibat munculnya Perbup tersebut Siltap dan tunjangannya akan mengalami penurunan, sebelum melangkah lebih jauh, Chafid berharap kepada seluruh perangkat desa, sebaiknya menyamakan persepsi terlebih dahulu.
“Sebaiknya masing-masing desa tetap fokus dalam menentukan dan menganggarkan siltap, tunjangan dan operasional BPD. Tidak perlu membahas tentang jam kerja, lelang terbuka tanah kas desa, atau hal-hal lain di luar pembahasan perbup 15/2022,” pungkasnya. (redaksi)
Yo Kuwi bupati pilihanmu.🤣🤣🤣😄