BOJONEGORO – Berbagai bencana dapat menimpa manusia, secara individu maupun komunal. Salah satu yang perlu diantisipasi masyarakat adalah bencana kebakaran hutan, lahan dan pemukiman. Berdasar data yang di laman BPBD Bojonegoro, Jawa Timur menunjukkan selama rentang waktu 2017 – 2021 ada 391 kejadian bencana kebakaran yang menyebar pada 25 kecamatan.
Bertempat di Balai Desa Kunci, Kecamatan Dander tampak puluhan warga sedang berkumpul, ada yang berseragam dan berpakaian biasa. Tak seperti biasanya, warga yang hadir terlihat berada di sekeliling api yang mengikuti instruksi dan petunjuk untuk bergantian memadamkan api. Benar saja, pagi itu sedang ada simulasi penanganan bencana kebakaran yang diinisiasi oleh mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) STIT Muhammadiyah Bojonegoro (MUBO) pada Kamis, 29 Desember 2022 sekitar pukul 10.00 WIB.
“Kegiatan sosialisasi dan simulasi saat itu kami adakan sebagai upaya peningkatan kapasitas, kesiapsiagaan, dan kewaspadaan warga, khususnya para remaja terhadap ancaman bencana kebakaran dan hal-hal lain yang membahayakan lingkungan sekitar,” ujar Maya Khusnul Khotimah, mahasiswa KKN MUBO, Jum’at (6/1).
Seperti diketahui, kegiatan tersebut bertema Peningkatan Kapasitas dan Kesiapsiagaan Satlimnas dalam Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran. Mahasiswa KKN juga mengundang Teguh Aris SB selaku Kabid Pencegahan, Pengendalian, dan Pemberdayaan Masyarakat Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Kabupaten Bojonegoro.
“Prinsipnya ada tiga metode untuk memadamkan api, yaitu dengan metode pendinginan, isolasi, dilusi. Metode pendinginan dilakukan dengan menghilangkan unsur panas, isolasi dengan menutup permukaan benda yang terbakar, dan dilusi dengan meniupkan gas penghalang gas oksigen yang bisa memperbesar nyala api,” mengutip keterangan Teguh.
Menurutnya, hal penting lain yang tidak boleh dilupakan dalam penanganan bencana kebakaran adalah memisahkan dan menjauhkan benda-benda yang mudah terbakar dari jangkauan api. Kabid Teguh juga aktif mendampingi peserta praktik penanganan api yang sedang berkobar dalam kegiatan tersebu.
Tidak ada satu pun manusia yang menghendaki datangnya bencana. Akan tetapi ‘algoritma’ bencana tidak datang sesuai kehendak manusia. Bencana datang tanpa diundang, tiba-tiba, dan menghadirkan kesedihan bari para korban dan penyintas-nya. Menghadapi kenyataan seperti itulah, manusia membentuk sikap dan kesadaran tanggap bencana sebagai antisipasi, pencegahan dan pengurangan risiko bencana. (gef/red)