Oleh : Mayang Oktaviani Malik PutrI, Faisal Wijaya, Andini Alma Dita, Mey Sundari, Fatkur Muhlis*)
INDONESIA adalah negara kepulauan dengan beribu-ribu pulau besar maupun kecil. Indonesia berpenduduk terpadat ke-4 di dunia setelah China, India dan Amerika. Kelahiran merupakan faktor penambah jumlah penduduk terbesar setiap tahun di samping migrasi, jumlah bayi yang lahir dari tahun 2000 masih tetep tinggi, jumlah kelahiran di Indonesia menginjak angka sekitar 4,5 juta bayi ditiap tahunnya, angka kelahiran bayi yang relatif tinggi ini membuat meledaknya jumlah penduduk di Indonesia.
Semakin banyaknya jumlah penduduk akan jelas menimbulkan banyak permasalahan, diantaranya kemiskinan, pendidikan dan ketimpangan lainnya. Ini sebagai pemicu timbulnya kesenjangan sosial dalam kehidupan bermasyarakat sebagai akibat kemiskinan yang merajalela hingga kurangnya ketersediaan lapangan kerja.
Lima tahun terakhir Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Pencapaian ini mampu mengurangi kemiskinan dan memperbesar jumlah kelas menengah hingga kelas atas, berdasar data manfaat dari pertumbuhan ekonomi ini mayoritas lebih di nikmati oleh sebesar 20% golongan kaya dan selebihnya sebesar 80% rawan penduduk tertinggal, inilah yang menjadi bukti ketimpangan di Indonesia relatif masih tinggi. Akibatnya kecemburuan sosaial terus akan muncul di masyarakat kita.
Amir Machmud (2017) kemiskinan merupakan masalah sosial yang berdampak sistemik bagi kehidupan masyarakat. Kemiskinan mempunyai efek yang multidimensi, menyangkut keamanan, kesehatan dan pendidikan. Menurut Badan Perencanaan Nasional (BAPPENAS) kemiskinan adalah situasi yang kekurangan karena keadaan yang tidak dapat untuk dihindari oleh individu atau seseorang dengan kekuatan yang dimilikinya.
Dalam pengertian yang lebih definitif, An-Nabhani mengategorikan yang punya harta (uang), tetapi tak mencukupi kebutuhan pembelanjaannya sebagai orang fakir. Sementara itu, orang miskin adalah orang yang tak punya harta (uang), sekaligus tak punya penghasilan. (Nidzamul Iqtishadi fil Islam, hlm. 236, Darul Ummah-Beirut). Disampaikan dalam sebuat Hadist (H.R Abu Na’im) bahwa” kemiskinan itu dekat dengan kekufuran,” yang berarti kemiskinan bisa terjadi karena adanya kekufuran dengan membenci perintah dari Allah SWT layaknya benci atau tidak suka untuk berikhtiar, bekerja dan berusaha.
Menurut penulis beberapa permasalahan ketimpangan yang terjadi hari ini diantaranya adalah Pertama, Ketimpangan Kesempatan, ini yang memperkecil peluang sukses anak-anak keluarga miskin karena terbatasnya sumber daya, mereka berpotensi mengalami stunting seperti kita jumpai di wilayah kita. Stunting atau kekurangan gizi di Indonesia sebanyak 37%. Bayi lahir dan tumbuh sampai umur dua tahun dalam keadaan kurang gizi. Hal ini berdampak pada pertumbuhan otak sehingga perkembangan kemampuan kognitif lambat dan bahkan terganggu.
Kedua, Ketimpangan Upah dalam dunia kerja, karena pasar kerja kini di penuhi oleh tenaga kerja, yang terjadi adalah pautan antara pekerja trampil dengan kecakapan tinggi akan menerima gaji sangat besar, sebaliknya mereka yang belum belum punya kesempatan untuk mengembangkan diri akan terjebak dalam pekerjaan informal bergaji kecil dan kurang produktif.
Ketiga, Pemusatan Kekayaan, dari data yang ada hampir 10% orang kaya memiliki 77% seluruh kekayaannya negara. Pundi-pundi uang yang didapat dari aset finansial dan fisik hanya mengalir ke kantong konglomerasi sehingga penghasilan mereka lebih besar. Korupsi menjadi salah satu alasan di balik munculnya fenomena pemusatan harta kekayaan ini.
Keempat, Persoalan Guncangan ekonomi dan bencana alam misalnya. Jika ini terjadi, mereka yang berada tidak akan kesulitan mengatasinya. Sebaliknya bagi rumah tangga miskin dan rentan miskin jelas akan semakin terpuruk jika terjadi guncangan baik ekonomi, kesehatan, sosial, politik dan bencana. Masyarakat miskin cendrung tidak memiliki asuransi, sehingga jaringan pengaman sosialyang dimiliki hanya temen, kolega dan keluarga besar. Berdasar data yang ada, Indonesia memiliki 11,3% atau sebesar 28 juta orang miskin dan ada pula 26,9% atau 68 juta orang rentan miskin yang bisa jatuh miskin akibat guncangan ini.
Sementara menurut penulis dan tim, beberapa solusi dalam mengatasi ketimpangan itu yakni pertama, kepemilikan asset harus ada property owning system agar setiap warga mempunyai asset.
Kedua, menyiapkan subsidi perumahan secara besar-besaran. Meski begitu asset jangka panjang tetap di berikan berupa biaya siswa untuk vokasi, magang dan bisnis.
Ketiga, menerapkan basic income agar etiap anak di Indonesia di beri uang untuk di tabung yang ketika di butuhkan bisa diambil.
Keempat, meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan member beasiswa training development fund atau skill development fund (SDF) yang akan berfungsi menyokong kinerja kementrian ketenagakerjaan dalam mengurus tenaga kerja dan meningkatkan kemampuannya.
Kesenjangan sosial sejatinya muncul karena egoisme masyarakat sendiri. Padahal dalam islam, orang yang memiliki harta berlebih harus berbagi dengan rakyat atau orang miskin (saling membantu). Allah juga memerintahkan kita tidak menggunakan harta dengan berlebih-lebihan sebagai tindakan mubadzir. Dan Indonesia merupakan negara yang dapat menjadi negara maju dan mampu mensejahterakan rakyatnya, karena Indonesia memiliki sumberdaya alam sangat kaya dan melimpah.
Ini merupakan tugas pemerintah untuk bisa lebih mensejahterakan rakyatnya dengan mengurangi kesenjangan yang ada. Masyarakatpun harus ikut andil dalam pengentasan kemiskinan dengan cara menuntut ilmu, berusaha, belajar, bekerja dan berdoa.
Satu hal yang harus ditanamkan dalam mindset masyarakat kita adalah “Bekerja dan berusaha adalah kunci dari kesuksesan”. Semoga pengangguran di Indonesia segera berkurang. Dan juga kata-kata Jonh F Kennedy “Jangan tanyakan apa yang negara berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang kamu beri kepada negaramu”. Semoga…!!!
*) Penulis adalah Mahasiswa/i Akuntansi Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Jambi