Oleh : Isna Royyana, SP *)
Tembakau adalah salah satu komoditas potensi lokal di Bojonegoro yang harus dipertahankan eksistensinya. Karena sejak 1925 daerah ini dikenal sebagai salah satu daerah yang paling sesuai untuk pengembangan tembakau jenis Virginia.
Tercatat dalam sejarah bahwa pada 1940 luas areal budidaya Tembakau Virginia mencapai 5.000 Hektar, bahkan hingga mencapai 20.000 Hektar. Hingga tahun 1942 dengan kedatangan Jepang ke Indonesia, Bojonegoro telah menjadi daerah penanaman utama Tembakau Virginia.
Pada awalnya tembakau di Bojonegoro hanya dikeringkan dalam bentuk tembakau krosok oven (flue cured) untuk mencukupi kekurangan kebutuhan bahan baku rokok putih saja.
Tipe tembakau berdasarkan bentuk keringya dibedakan menjadi tembakau krosok (leaf type) dan tembakau rajangan (slice type). Tembakau krosok merupakan tembakau yang paling banyak terdapat di dunia, sedangkan tembakau rajangan merupakan tipe tembakau asli Indonesia.
Flue Cured adalah proses pengeringan daun tembakau dengan mengalirkan udara panas melalui pipa (flue). Tembakau yang tergolong jenis ini adalah tembakau Virginia Flue Cured (FC). Prinsip pengeringan flue cured sangat sederhana, berkurangnya kelembaban secara perlahan selama 24 – 60 jam pertama (masa penguningan) diikuti hilangnya kadar air secara cepat hingga lamina mengering, yang diikuti mengeringnya gagang.
Seiring demgan perkembangan tehnologi Tembakau Virginia Bojonegoro juga dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan rokok kretek.
Tercatat pada tahun 1983, PT. Gudang Garam bersama Balittas (Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat) mengintroduksi Tembakau Virginia yang cocok untuk rajangan (Varietas Coker 298), disinilah awal berkembangnya tembakau rajangan asli Bojonegoro.
Namun petani mempunyai banyak keinginan, alternatif dan cara lain untuk memasarkan produknya sehingga mulailah muncul persaingan antara pabrik rokok putih dan rokok kretek. Akibat persaingan ini, rata-rata petani mulai abai terhadap kualitas sehingga tembakau Virginia krosok lambat laun mengalami degradasi mutu.
Akibatnya perkembangan Tembakau Virginia FC Bojonegoro dari waktu ke waktu hingga tiga tahun terakhir ini sepertinya hilang ditelan masa. Bangunan oven di sentra-sentra tembakau tinggalah menjadi museum bersejarah dan saksi bisu bahwa pada masanya tembakau Bojonegoro pernah mencapai masa kejayaan.
Berdasar data terakhir jumlah Oven tembakau di Bojonegoro sebanyak 258 unit yang tersebar di kecamatan Ngasem, Sukosewu, Kedungadem, Sugihwaras dan Kepohbaru. Dari 258 oven tersebut 141 dalam keadaan baik, 70 oven keadaan rusak sedang dan sejumlah 47 unit rusak.
Panen Raya Tembakau pada 25 September 2019 di Desa Jipo, Kecamatan Kepohbaru, Bojonegoro yang dilakukan Bupati Anna Mu’awanah bisa jadi akan mampu menambah kekuatan untuk mendongkrak kembali pamor dan mengembalikan kejayaan tembakau di Bojonegoro. Disamping meningkatkan peran serta pabrikan dan pengusaha untuk menyerap hasil panen daun emas hijau ini.(Dari : Cybext/Red)
*) Penulis adalah Petugas Peyuluh Lapangan Pertanian Kecamatan Kepohbaru