Oleh: M. Yazid Mar’i*)
Kurun waktu terakhir Bojonegoro menjadi kota dengan suhu hingga mencapai suhu 44 derajat Celcius. Tentu suhu panas ini bukanlah fenomena alam yang lepas dari prilaku manusia yang menyebabkan kondisi itu terjadi.
Ada banyak indikator penyebab kenakan suhu di Bojonegoro, diantaranya eksplorasi minyak, penggunaan pupuk kimia berlebihan, pembangunan sarana prasarana pembangunan yang tidak ramah lingkungan (jalan beton, penggunaan udit untuk saluran air).
Analisis singkat, mengapa minyak melahirkan panas? Proses pembakaran pada pengolahan minyak membutuhkan oksigen (O2) dan melepas karbon.
Mengapa pupuk kimia melepas panas? Pupuk kimia melahirkan penguapan pada kondisi yang berangsur naik tiap tahun. Ini karena logika penggunaan pupuk tiap tahun musti akan meningkat, meningkatnya pemakaian pupuk kimia, akan meningkatkan Karbondioksida (CO2) dalam kurun waktu lama.
Penggunaan atau sistem pembangunan dengan beton dan udit akan mengurangi resapan air tanah, dan ini dalam kondisi lama akan menjadikan berkurangnya air tanah, dan berkurangnya kelembaban air tanah akan memproduksi CO2 yang ikut menyumbang panas atau meningkatnya suhu.
Lalu, seberapa jauh mereka para pelaku industri itu memperhatikan lingkungan, memperhatikan keselamatan warga dan masyarakat, serta nyawa manusia?
Mereka tentu akan menjawab DBH. Pertanyaan kemudian, apakah DBH sudah semaksimal mungkin digunakan oleh pemerintah untuk memperbaiki lingkungan? Jika belum tentu kedepan diperlukan semacam “hutan desa” untuk mengembalikan kerusakan linkungan akibat semua.
Maka dalam konteks agama, bukankan Tuhan telah menyampaikan bahwa telah nampak kerusakan didarat dan dilaut adalah akibat ulah tangan manusia, lalu Tuhan memberikan peringatan (gempa, panas, banjir) agar manusia kembali.
Ini tentu memberikan penyadaran kepada manusia untuk mengembalikan Alam yang dirusaknya, agar alam bersahabat kembali kepada manusia, seperti lirik lagu Ebit G.AD.
Bojonegoro tentu tidak bisa sekedar menunggu hingga panas itu membakar dan merenggut satu persatu nyawa manusia”warga Bojonegoro”.
*)Penulis adalah Ketua Yayasan Pengkajian dan Pengembangan Sumber Daya Insani Bojonegoro