Oleh : Iin Rahayu K, SE, MM*)
Filantropi masih menjadi istilah asing bagi masyarakat. Sejatinya filantropi merupakan kultur masyarakat yang menjadi pola hidup dalam hal melakukan kebaikan. Bagi umat Islam menolong sesama tanpa pamrih merupakan ajaran agama, hidup bermasyarakat juga harus saling bermanfaat bagi satu sama lain. Filantropi berawal dari kepedulian untuk melaksanakan perintah agama, kemudian menjadi sebuah budaya kebaikan.
Makna Filantropi tradisional yang dikenal dengan sikap kedermawanan (belas kasihan) sudah mulai bergeser. Sekarang, ada istilah Filantropi Modern yang diartikan dengan kedermawanan untuk melakukan perubahan dan keadilan sosial secara struktural berkaitan dengan kemiskinan, hak asasi manusia, pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup dan masalah social budaya dalam arti luas.
Muhammadiyah yang merupakan organisasi masyarakat Islam yang didirikan tahun 1912, merupakan salah satu contoh organisasi agama yang menyediakan pelayanan sosial. Kini Muhammadiyah mengelola puluhan ribu lembaga pendidikan tingkat pra sekolah hingga perguruan tinggi, ratusan Rumah Sakit, Rumah Bersalin dan ribuan panti sosial yang tersebar di seluruh wilayah nusantara . Ini adalah contoh tradisi tua dari Filantropi berbasis komunitas yang menyediakan pelayanan sosial di Indonesia.
Lazismu adalah lembaga zakat tingkat nasional yang berkhidmat dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendayagunaan secara produktif dana zakat, infaq, wakaf dan dana kedermawanan lainnya baik dari perseorangan, lembaga, perusahaan dan instansi lainnya. Dengan spirit kreatifitas dan inovasi, Lazismu senantiasa memproduksi program-program pendayagunaan yang mampu menjawab tantangan perubahan dan problem sosial masyarakat yang berkembang.
Berdirinya Lazizmu dimaksudkan sebagai institusi pengelola zakat dengan manajemen modern yang dapat menghantarkan zakat menjadi bagian dari penyelesai masalah (problem solver) sosial masyarakat yang terus berkembang.
RS ‘Aisyiyah Bojonegoro bersinergi dengan Lazizmu dalam upaya penghimpunan serta pendistribusian Dana Zakat dan Infaq yang diamanahkan oleh karyawan RSA, dokter dan juga keluarga pasien di RSA. Oleh karena itu, pelayanan kepada muzakki maupun mustahik harus dilakukan secara baik dan profesional. Bertepatan dengan 15 Ramadhan 1442/ 27 April 2021 lalu, Kantor Layanan Lazizmu RS ‘Asiyiyah Bojonegoro (KLL RSA) di resmikan.
Dengan adanya KLL RSA, harapannya, kedepan program filantropi di RSA akan terus berkembang. Dari dana zakat serta infaq yang diamanahkan, KLL RSA akan mempunyai banyak kesempatan untuk melaksanakan kegiatan sosial baik di internal RSA (Pasien kurang mampu) dan atau di lingkungan sekitar.
Dalam memberikan dukungan bagi sektor kesehatan, pelaku filantropi kesehatan itu berperan sebagai donatur atau penyumbang, lembaga perantara dan pelaksana program.
Pelaku filantropi kesehatan baik individu maupun institusi, berkontribusi pada perwujudan dan peningkatan kualitas kesehatan dalam masyarakat lewat upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan suportif. Filantropi kesehatan juga bisa mendukung dan melengkapi sistem pembiayaan kesehatan melalui sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Misalnya, pemerintah tidak menanggung biaya tidak langsung dalam pelayanan kesehatan. Biaya tersebut misalnya terkait kebutuhan non-medis pasien, seperti transportasi pasien dan biaya penunggu keluarga pasien. Bagi pasien yang tidak mampu, biaya ini dapat memberatkan dan berpotensi dalam menghalangi pasien untuk memperoleh pelayanan kesehatan.
Di sinilah filantropi bisa mendukung indirect cost sehingga bisa jadi penopang dan pendukung sistem JKN yang dikembangkan pemerintah. Semoga kedepan, KLL RSA bisa terus memberikan manfaat untuk masyarakat Bojonegoro dan sekitarnya.
*) Penulis adalah Wakil Direktur Administrasi dan Keuangan RS Aisyiyah Bojonegoro