BOJONEGORO – Sekumpulan warga atau yang biasa disebut komunitas Kajian Sor Keres (KSK), Selasa 18/10/22, kembali menggelar pembahasan seputar informasi. Hal ini sebagai bentuk kepedulian serta partisipasi terhadap perkembangan yang terjadi khususnya di wilayah Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.
Diketahui, KSK (baca: Kajian Sor Keres) yang dinahkodai Dry Subagyo ini, bahkan sangat rutin menyoal tentang bidang pembangunan, sosial kemasyarakatan, seni dan budaya, perekonomian, kesehatan, anggaran juga pendidikan.
Kajian saat ini merupakan keduabelas kalinya yang digelar KSK dan bertempat di Omah Pule, Desa Pacul, Kec/Kab. Bojonegoro. Dengan menghadirkan dua pembicara yakni Chusnul Mar’iyah, P.hD seorang Aktifis yang sekaligus Dosen Fisipol dari UI Jakarta, dan Dr. Hj. Sriminarti, M.Pd.I Dekan Pasca Sarjana dari Unugiri Bojonegoro.
Pada kajian publik yang dimoderatori Abdus Syafiq saat ini, KSK mengambil tema “Pemimpin Perempuan, Why Not” ?. Dihadiri puluhan tokoh masyarakat, perwakilan perempuan, dan beberapa perwakilan dari media.
Di awal, Dr. Hj. Sriminarti, M.Pd.I Dekan Pasca Sarjana Unugiri Bojonegoro menyampaikan materi pentingnya seorang wanita memiliki kecerdasan emosional dan kemampuan managerial, terlebih saat menjadi pemimpin.
“Kenapa seorang wanita harus memiliki kecerdasan emosional dan kemampuan managerial, karena hal itu dibutuhkan manakala membuat regulasi agar obyektif, serta tidak mudah bawa perasaan,” ujarnya.
Selanjutnya, Chusnul Mar’iyah, P.hD sosok aktifis yang juga Dosen Fisipol UI Jakarta, pada kesempatan ini mengungkapkan terkait keterlibatan serta keterwakilan seorang wanita khususnya dalam hal politik.
“Wanita itu sosok yang sangat mudah diberikan didikan, artinya sangat cepat menerima segala sesuatu yang diajarkan. Oleh karenanya, keterlibatan dan keterwakilan sangat dibutuhkan,” tutur Chusnul.
“Saya pernah mempunyai pemikiran, apabila wanita menjadi pemimpin, maka laki-laki akan marah sebab dapat dikatakan tidak bisa menerima. Sebab yang ada hanya pemimpinnya saja laki-lakinya akan hilang,” tandasnya.
Dirinya juga memaparkan, kehidupan di dunia ini tak dapat dipungkiri bahwa di dalamnya terdapat laki-laki dan perempuan, sehingga sangat diperlukan adanya keseimbangan serta netralitas.
“Bahkan perempuan terlibat politik itu sudah sejak dahulu,” kata Chusnul.
Apabila diingat, keterlibatan perempuan juga nampak saat sumpah pemuda 28 Oktober 1928. Di sana disebutkan secara jelas bahwa ada putra putri. “Artinya tidak hanya laki-laki saja,” pungkas mantan Komisioner KPU ini. (DB)