BOJONEGORO – Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas (DBH Migas) yang akan diterima Kabupaten Bojonegoro pada 2020 diprediksi akan tersungkur dikisaran Rp. 954 Milyar. Prediksi estimasi ini berdasar data yang diperoleh dari Website resmi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI. Jika perkiraan itu benar, tentu jumlah itu menurun drastis dari asumsi Pemkab sebelumnya pada di kisaran Rp, 2,9 Triliun.
Kabar ini tentu telah didengar oleh wakil rakyat DPRD Bojonegoro, sehingga menyarankan kepada Pemkab setempat untuk segara melakukan klarifikasi kebenarannya kepada Kementerian keuangan RI dan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM) di Jakarta. Klarifikasi ini guna memperjelas kabar pasti penurunan DBH Migas yang diterima Bojonegoro pada tahun depan.
Anggota Komisi B DPRD Bojonegoro Lasuri menegaskan, perlu segera ada penjelasan resmi dan detail dari Kemenkeu RI terkait penurunan DBH Migas ini. Karena produksi Blok Cepu yang begitu besar sekarang ini, bahkan hingga mencapai 225 ribu barel per hari (bph), dengan lifting minyak yang cenderung naik akibat serangan kilang minyak Arab Saudi.
“Apalagi ini nilai dolar stabil, sekarang ada dikisaran Rp. 15 ribu, kenapa ada penurunan DBH?” tanya politisi muda ini.
Politisi PAN ini menyebutkan ada hal menarik hari ini seputar informasi jika tahun 2020 mendatang akan terjadi kurang bayar sebesar Rp. 12,5 Triliun pada semua aktivitas keuangan kita di seluruh Indonesia.
“Ini yang harus segera dicari tahu, apakah memang penurunan DBH Migas berkaitan langsung dengan hal itu. Yang saya khawatirkan itu, sehingga ada beberapa komponen tidak full disana. Tapi alangkah baiknya kita tanyakan langsung pada Kemenkeu dan Kementerian ESDM,” jelasnya.
Masih menurut politisi dua periode ini, jika benar penerimaan DBH Migas tahun depan hanya sebesar Rp. 954 Miliar, tentu bisa dipastikan APBD tahun depan akan jungkir balik. Sebab Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) kita diprediksi pada kisaran Rp. 7 Triliun termasuk pendapatan yang berasal dari DBH Migas. Terjadi pengurangan hampir 50 persen atau kisaran Rp. 3,5 Triliun.
“Ini dampaknya akan terjadi rasionalisasi pembangunan di daerah. Sekalipun KUA-PPAS belum diajukan, tapi Musyawarah Rencana Pembangunan Kabupaten (Musrenbangkab) untuk tahun 2020 sudah dilakukan. Semua rincian pengajuan detail APBD sudah jelas di dalamnya. Kita sudah bisa memprediksikan kerangka keuangan melalui Musrenbangkab,” tuturnya.
Dari hasil penelusuran media ini, benar adanya jika di buku (ii) nota keuangan beserta RAPBN tahun 2020 terjadi Kurang Bayar pada Transfer Ke Daerah pada item Dana Bagi Hasil pada point (3) Kurang Bayar DBH sebesar 12,5 Triliun seperti pada Lampiran : Data Pokok APBN 2015-2020, Tabel 9. Transfer Ke Daerah dan Dana Desa 2015-2020. (Redaksi)