BOJONEGORO – Program Sertifikat PTSL hadir untuk membantu masyarakat dalam kepastian hukum kepemilikan hak atas tanah yang dimiliki. Di Kabupaten Bojonegoro sendiri program ini sudah berjalan mulus dalam beberapa tahun terakhir. Namun sepertinya berbeda dengan yang dialami Ibu Ningsih (48 tahun) yang tinggal di Desa Jono, Kecamatan Temayang, Kabupaten Bojonegoro yang terganjal pengajuan program ini karena ada beberapa pihak yang juga mengaku sebagai ahli waris.
Kejadian bermula dari adanya program PTSL di desa setempat pada Oktober 2019 lalu, Ibu Ningsih segera mendaftar dan diterima dengan baik oleh Panitia PTSL dan mendapatkan bukti pembayaran berupa kwintansi tertanggal 26 oktober 2019. Tanah perkarangan dan rumah yang di daftarkan dalam PTSL adalah harta peninggalan turun temurun dari kakeknya dan telah di kuasai Ibu Ningsih sejak lahir.
Sepeninggal kakek dan ibunya, pajak bumi dan bangunan (PBB) atas namanya hingga hari bulan Januari 2020 Ibu Ningsih juga membayarnya dan tak pernah ada yang menyengketakan. Ibu ningsih adalah ahli waris satu-satunya dari kakek yang bernama Sumoprawiro Sadjirun.
Dari situlah, muncul beberapa pihak yang merasa tidak senang dan berusaha meminta bagian dan mengaku sebagai ahli waris dari Sumoprawiro Sadjirun, pada Januari 2020 sebanyak 4 orang mengaku sebagai ahli waris yang sah mempermasalakan pengajuan PTSL Ibu Ningsih dengan berkirim surat kepada Kepala Desa dan BPN Bojonegoro.
Dari laporan tersebut, Kepala Desa Jono berusaha memediasi dan memanggil pihak pelapor dan ahli waris. Pihak pelapor diantaranya adalah Sumiati, Dsn. Ngucaran Rt 011/03, Desa Jono, Wakis, Desa Jono Rt 08/02. Sukandar, Desa Jono Rt 03/01 dan Parti, yang beralamat Desa Bakulan Rt 07/02 semuanya di Kecamatan Temayang.
Meski ke-4 pelapor tersebut tidak mampu menunjukkan bukti dokumen waris atau data apapun, namun Kepala Desa Jono secara normatif mengkategorikan berkas Ibu Ningsih dalam proses PTSL ini sebagai berkas K2/berkas sengketa karena dianggap terdapat sengketa.
Seperti diketahui, proses PTSL dengan berkas K2 yang dikeluarkan Kepala Desa Jono mengakibatkan tidak dapat di terbitkan sertifikat atas nama Ningsih oleh BPN Bojonegoro. Selanjutnya Ibu Ningsih meminta mediasi dengan BPN Bojonegoro dengan harapan ada perdamaian dan mereka tidak lagi menghalang-halangi proses pengajuan PTSL-nya.
Desember 2020, mediasi dilakukan di BPN dengan pemanggilan yang berisi himbuhan agar para pihak membawa bukti, tetapi pihak yang menyengketakan tidak membawa bukti apapun dan tetap tidak mau berdamai.
Akhirnya, melalui Kuasa Hukumnya Peter Susilo, SH yang berkantor Garuda Law Firm Surabaya, Ibu Ningsih melakukan dua kali somasi (31 Desember 2020 dan 17 Januari 2021) dengan harapan ada itikad baik untuk menanggapi namun kenyataannya tidak ada tanggapan.
Namum sampai batas waktu somasi tersebut, mereka tidak menanggapi, sehingga Ibu Ningsih melaporkan permasalahan ini ke Polres Bojonegoro.
Peter Susilo, SH sebagai Kuasa Hukum ahli waris sengaja melaporkan pihak penghambat pengajuan PTSL Ibu Ningsih karena merasa ada pihak-pihak yang mendzalimi ahli waris yang notabene adalah orang desa ini.
“Kita segaja datangi Reskrim Polres Bojonegoro, karena Ibu Ningsih punya bukti valid sebagai ahli waris sah, sementara Wakis dkk kalau mengaku ahli waris ya tunjukkan bukti-buktinya,” terang Peter Susilo ini, Rabu (27/1/2021)
Peter Susilo mengaku iba dengan apa yang dialami Ibu Ningsih sebagai orang desa atas kejadian ini. Awalnya pihaknya berencana melaporkan kejadian ini ke Polda Jatim, namun setelah melihat kondisi Ibu Ningsih akhirnya diputuskan ke Polres Bojonegoro.
“Semoga perkara ini segera selesai, dan pengajuan sertifikat Ibu Ningsih pada BPN segera dapat terealisasi,” pungkas Lawyer kawakan ini.(cipt/bk).